Assalamu'alaikum, Welcome to My Blog, Have a Nice Blogging

Kamis, 25 Juli 2024

Koneksi Antar Materi – Modul 2.3 Coaching untuk Supervisi Akademik

Koneksi Antar Materi – Modul 2.3

Coaching untuk Supervisi Akademik

Oleh, Aminudin, M.Pd, SMP Negeri 2 Angsana

CGP Angkatan 10 Kelas 32 Banten_Matias Krispatana

 

Bismillah.

 

Pada Modul 2.3 ini saya telah banyak mempelajari materi terkait Supervisi Akademik yang bertujuan untuk mengembangkan kompetensi diri setiap pendidik di sekolah. Pendekatan yang digunakan adalah dengan coaching. Pengertian coaching dalam konteks Pendidikan adalah bahwa tujuan pendidikan itu ‘menuntun’ tumbuhnya atau hidupnya kekuatan kodrat anak sehingga dapat memperbaiki lakunya. Keterampilan coaching perlu dimiliki para pendidik untuk menuntun segala kekuatan kodrat (potensi) agar mencapai keselamatan dan kebahagiaan sebagai manusia maupun anggota Masyarakat. Ada tiga prinsip utama yaitu kemitraan, proses kreatif, dan memaksimalkan potensi. Kompetensi inti coaching yang harus dimiliki diantaranya adalah kehadiran penuh (presence), mendengarkan aktif, dan mengajukan pertanyaan berbobot. Selanjutnya percakapan dengan berbasis coaching menggunakan alur TIRTA, yang merupakan akronim dari Tujuan, Identifikasi, Rencana Aksi, dan Tanggung Jawab. Terdapat tiga tahapan dalam supervisi akademik, yaitu pra observasi (perencanaan), observasi (pelaksanaan), dan pasca observasi (tindak lanjut).

 

Selama saya mempelajari modul 2.3 ini saya merasa senang, dan termotivasi ketika saya menyelami pembelajaran tentang coaching untuk supervisi akademik. Mempelajari materi Coaching untuk Supervisi Akademik membuat saya seperti berada di ruang kemerdekaan belajar yang sesungguhnya. Saat menjadi coachee, maka saya merasakan betapa saya dihargai dengan digali oleh pertanyaan-pertanyaan yang membuat saya menemukan sendiri solusi dari permasalahan saya. Ketika menjadi coach, saya juga merasakan betapa kita harus belajar sabar untuk mau mendengarkan aktif, memberi kesempatan kepada coachee untuk menemukan solusi tanpa kita ikut campur tangan memberikan saran dan masukan. Saat menjadi pengamat saya juga belajar bagaimana menjadi pengamat yang harus sabar, belajar terbuka melihat sisi-sisi baik seseorang, tidak memberikan judgement dari apapun yang diamati.

 

Hal yang sudah baik adalah memperoleh pemahaman dan pencerahan tentang materi coaching untuk supervisi akademik dan sudah mempraktikkannya. Saya berusaha memberikan pembelajaran yang bermakna dan kontekstual kepada siswa, mengajak siswa untuk belajar dengan kehadiran penuh dan wellbeing. Saya mampu berkolaborasi dengan rekan sesama CGP saat mempraktikkan proses coaching menggunakan alur TIRTA dan sesuai dengan prinsip coaching dalam ruang kolaborasi dan demonstrasi kontekstual, baik berperan sebagai coach, coachee, maupun pengamat (observer).

 

Namun ada beberapa kompetensi yang masih harus saya perbaiki yaitu membersamai dengan mindfulness. Mengasah kemampuan dalam mengajukan pertanyaan berbobot agar dapat menggali informasi permasalahan pada diri coachee sehingga dapat menemukan solusi atas permasalahan yang dihadapi.

 

Keterkaitan terhadap kompetensi dan kematangan diri pribadi saya adalah mengoptimalkan kekuatan diri sebagai seorang pendidik yang mampu menjadi coach dan melakukan coaching bagi orang-orang di lingkungan sekitar. Setelah mempelajari modul 2.3 tentang coaching dalam supervisi akademik, kompetensi saya mulai berkembang. Ini ditandai dengan kemampuan saya mempraktikkan proses coaching menggunakan alur TIRTA, baik sebagai coach, coachee, maupun pengamat. Saat mempraktikkan proses coaching, saya harus mampu mengendalikan diri dari asumsi-asumsi pribadi dan emosi sehingga dapat berpikir dan bertindak secara matang sesuai dengan prinsip coaching yaitu kemitraan, proses kreatif, dan memaksimalkan potensi.

 

Prinsip coaching dapat diterapkan jika kepala sekolah memiliki pengetahuan tentang coaching dalam supervisi akademik dan mau mengaplikasikannya. Kegiatan supervisi tidak hanya bertujuan sebagai bagian penilaian guru, tetapi juga sebagai cara untuk meningkatkan kompetensi akademik guru. Supervisi harus mencakup percakapan pra observasi dan pasca observasi. Dalam percakapan pra observasi, kepala sekolah harus mendiskusikan perencanaan yang akan dilakukan oleh guru, sedangkan saat pasca observasi, kepala sekolah memberikan umpan balik atau tindak lanjut terkait pelaksanaan observasi kelas yang dilakukan oleh guru.

 

Coaching dalam supervisi akademik dapat berpengaruh dalam mewujudkan pemimpin pembelajaran yang berpihak pada murid. Pembelajaran yang berpihak pada murid adalah hal yang sangat penting untuk diterapkan dalam lingkungan sekolah. Agar dapat mewujudkan pembelajaran yang berpihak pada murid, guru harus memiliki kompetensi menjadi pemimpin pembelajaran. Menjadi pemimpin pembelajaran berarti memahami perkembangan murid secara menyeluruh, tidak hanya aspek kognitif tetapi juga karakter dan sosial emosional murid. Dengan demikian, tujuan coaching dalam supervisi akademik adalah mengembangkan kompetensi guru agar kinerja mereka meningkat dan pembelajaran yang berpihak pada murid dapat terwujud.

 

Tantangan terberat adalah menyamakan pemahaman tentang coaching dalam supervisi akademik kepada komunitas sekolah. Supervisi akademik sering dianggap sebagai penilaian rutin kepala sekolah terhadap guru saja, padahal seharusnya dapat dijadikan sebagai pedoman untuk meningkatkan kompetensi guru.

 

Solusi yang mungkin bisa terus dicoba adalah dengan mengadakan diskusi dan pelatihan pada komunitas belajar di sekolah yang membahas supervisi akademik berbasis coaching. Selanjutnya terus mengajak rekan sejawat belajar terkait coaching melalui PMM.

 

Pengalaman saya pernah disupervisi oleh kepala sekolah dan pengawas sekolah, namun kegiatan supervisi tersebut hanyalah sebatas menjalankan kewajiban saja tanpa mengetahui makna supervisi yang sebenarnya. Kegiatan supervisi akademik hanya dilakukan saat kepala sekolah atau pengawas melakukan observasi kelas saja tanpa adanya kegiatan pra observasi dan pasca observasi, sehingga hanya sebatas pemberian nilai kepada guru saja.

 

Setelah ini saya berharap kegiatan supervisi ini harus dijadikan salah satu bagian dalam peningkatan kompetensi guru dalam bidang akademik dengan menggunakan prinsip coaching yaitu kemitraan, proses kreatif, dan memaksimalkan potensi.

 

Pada Modul 2.1, dalam pembelajaran berdiferensiasi, murid dikelompokkan berdasarkan kebutuhan belajarnya agar dapat memaksimalkan potensi yang dimiliki. Begitu pula dengan praktik coaching, yang harus memaksimalkan potensi coachee agar dapat menemukan sendiri solusi atas permasalahan yang dihadapi.

 

Selanjutnya pada Modul 2.2, dalam pembelajaran sosial emosional, terdapat teknik STOP dan mindfulness yang dilakukan untuk menciptakan suasana yang lebih kondusif. Saat melakukan coaching, seorang coach harus menerapkan teknik ini agar dapat fokus dan hadir sepenuhnya saat melakukan proses coaching.

 

Terakhir, jika keterampilan coaching sudah meningkat maka pengembangan kompetensi guru sebagai pemimpin pembelajaran akan meningkat pula. Percakapan-percakapan coaching membantu para guru berpikir lebih dalam (metakognisi) dalam menggali potensi yang ada dalam diri dan komunitas sekolahnya sekaligus menghadirkan motivasi internal sebagai individu pembelajar yang berkelanjutan yang akan diwujudnyatakan dalam buah pikir dan aksi nyata demi tercapainya kualitas pembelajaran yang berpihak pada murid.

 

Alhamdulillah!