"Kau ajarkan aku tentang keringat, senyum, dan air mata"
13 tahun yang lalu seorang mahasiswa semester dua sebuah sekolah tinggi
swasta di pandeglang ikut dalam pertemuan pembentukan tim pengajar
sebuah sekolah menengah pertama yang pada saat itu (2004) masih
menumpang di sekolah dasar.
Sejak saat itu mantan buruh pabrik
sebuah perusahaan cat di jakarta itu "hijrah" dari pekerjaan yang hampir
tiga tahun (2001-2004) dilakoninya itu menjadi seorang pengajar
tepatnya "honorer".
Pekerjaan baru
ini ternyata tidak mudah. Menjadi seorang guru apalagi honorer
benar-benar harus "sakti mandraguna". Bagaimana tidak dengan penghasilan
yang pada saat itu dibawah 300.000/bulan dia harus membiayayi kuliahnya
sementara orang tuanya dengan profesi sebagai buruh "banting tulang"
berusaha membantu menyekolahkan anak-anaknya.
Tahun 2006, mereka pun
berhasil menempati bangunan baru di tanah seluas 6000 m. Kebahagiaan
yang terpancar pada saat itu kami rasakan setelah menunggu dua tahun
lamanya.
Tiga tahun berselang (2009) Allah swt mempertemukan pemuda
itu dengan jodohnya dan bertambahlah tanggung jawabnya dengan menjadi
seorang kepala rumah tangga. Tak terbayang pada saat itu bagaimana
mereka menjalani kehidupan rumah tangganya. Bahkan terkadang logika
buntu menjelaskannya. Hanya Allah swt lah yang sanggup memberi
pertolongan atas segala kesulitan umatnya.
Jika kebanyakan orang
hanya cukup waktu 3-4 tahun menyelesaikan kuliah s1, tidak demikian
dengan pemuda ini. Ia butuh 9 tahun (2004-2012) untuk berhasil meraih
gelar sarjana. Sungguh perjuangan dengan daya tahan prima.
Sekali
lagi menjadi seorang guru apalagi honorer kita harus sakti mandraguna.
Pertengahan tahun 2014 tepatnya pada hari ulang tahun pemuda itu yang ke
32, ada kado istimewa dari Allah swt yaitu dia bersama istrinya
dinyatakan lulus test seleksi CPNS. Bahagia dan hampir tidak percaya.
Dan tangis merekapun pada saat itu memecah hening malam di perumahan
sekolah yang mereka tinggali hampir selama 3 tahun (2011-2014).
Saat
ini ketika raga tak lagi bersama bukan berarti segala kisah akan
musnah, cerita hilang begitu saja. Pagi ini bulan ramadhan ini, di
tengah lapangan itu, pemuda itu terus teringat ucapan salah seorang
muridnya "pak ada anak sekolah lain yang nanya ke saya, "eta guru ta
lain rok, kok maen gundu jeung siswa". Sampai saat ini pemuda itu terus
"mesem" tanpa menjawab.
"Kau ajarkan aku tentang keringat, senyum, dan air mata"